Rabu, 07 Oktober 2015









USMANI MUDA KOSTITUSI 1876
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Sejarah jika dilihat sepintas lalu, ia tidak akan lebih hanya rekaman peristiwa masa lampau. Tinjauan semacam ini tidak akan dapat memberikan sebuah kritisasi. Oleh karena itu menurut Ibnu Khaldun (1333-1406) sejarah harus dilihat dari sisi dalamnya yakni: “Sejarah adalah suatu penalaran kritis dan usaha yang cermat untuk memberi kebenaran suatu penjelasan yang cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu; suatu pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa itu terjadi”. Gerakan Usmani Muda yang terjadi di kerajaan Turki Usmani yang telah menghiasi lembar-lembar sejarah peradaban Islam, patutlah mendapat penyimakan kritis, sejuta makna dari peristiwa-peristiwa tersebut jika terkuak, pastilah memberikan gagasan-gagasan dan ide-ide cemerlang untuk menciptakan perjalanan peristiwa masa depan.
 Usmani muda adalah sebuah kelompok cendekiawan yang berusaha untuk merubah tradisi-tradisi lama yang terdapat di kerajaan Turki Usmani. Dan salah satu usahanya adalah menuangkan ide-ide pemikiran dalam institusi kerajaan. Ada beberapa ide Usmani Muda yang sempat di institusikan dalam beberapa pasal, namun pada akhirnya Sultan tidak menghiraukan beberapa pasal tersebut yang dianggapnya sebagai sebuah pengkerdilan kekuasaan.
Periode Tanzimat mengakinatkan terakumulasinya sebagian besar kekuasaan di tangan sultan. Sepeninggal Perdana menteri Ali Pasya, Sultan abd aziz (1861-1876) menjadi semaki otoriter dan berakhir membawa krisis berkepanjangan selam tahun 1875-1878. Selain itu Tanzimat melahirkan perkembangan politik yang unik dengan munculnya tiga kelompok masyarakat yang memandang program Tanzimat secar kriris yaitu:
1.    Kelompok oposisi dan kalangan trdisional.
2.    Kelompok intlektual yang memberikan kritik secar lebih baik dari kelompo pertama. Kelompok ini didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam berbagai pengalaman birokrasi dan menguasai berbagai ide barat.
3.    Mereka yang berkepentingan menghapuskan keduduka sultan sebagai sebuah kekuatan politik.
Kelompok kedua atau kelompok intlektual kemudian dikenal dengan toung ottoman. Kelompok ini merupakan komunitas rahasia yang didirikan pada tahun 1865 dengan nama aliansi patriotic. Dengan tujuan mengubah pemerintahan absolute kerajaan usmani menjadi pemerintahan konstitusional.[1]




B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapatlah penulis mengambil beberapa permasalahan tentang:
1.    Bagaimana Latar belakang Usmani Muda?
2.    Tokoh-tokoh Usmani Muda dan Gagasan-gagasan serta Corak pemikirannya?
3.    Bagaimana Periodesasi Usmani Muda?
4.    Hambatan-hambatan yang dialami oleh Usmani Muda?













BAB II
PEMBAHASAN

A.  Munculnya Usmani Muda
Pada masa Usmani muda terjadi periode reorganisasi (Tanzimat) yang berlangsung dari tahun 1876. Masa Tanzimat ini telah mengantarkan Turki Usmani kepentas kemajuan yang sangat pesat. Namun pada akhir Jenissari, melemahnya posisi ulama dan dengan penerapan program reformasi, kekuatan politik di dalam masyarakat Usmani berpindah ke kalangan birokrat dan elit yang baru tersebut di dominasi oleh unsur-unsur barat. Kelompok ini dikepalai oleh Mustafa Rasyid Pasya (1800-1858). [2]
Bahkan pada dekade 1860-an Tanzimat juga melahirkan oposisinya sendiri. Meskipun “kelas” baru menduduki sejumlah jabatan pemerintahan. Namun alumni sekolah menengah dan sekolah profesional, kalangan birokrat dari kalangan menengah dan putra-putra keluarga miskin yang menyadari karir mereka terhalang oleh keserakahan generasi yang lebih tua, mengalihkan energi mereka ke bidang kepustakaan, dengan menjadi pujangga penulis, jurnalis dan editor dalam persurat kabaran pihak oposisi. Dan yang paling disesalkan lagi adalah pemerintahan kekuasaan Sultan yang sangat absolut dan otoriter, mengakibatkan terciptanya dinamika kehidupan yang eksklusif atau timbullah gerakan-gerakan Usmani Muda. Usmani muda adalah sebuah perkumpulan golongan cendekiawan kerajaan Usmani yang banyak menentang kekuasaan absolut Sultan. Pada awalnya ia merupakan sebuah gerakan bawah tanah yang didirikan pada tahun 1865, bertujuan mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan yang berdasarkan konstitusi. Setelah gerakan ini tercium dan diketahui aktifitasnya oleh pemerintah, sebagian dari pemukanya berusaha melarikan diri dari Turki menuju Eropa. Di sanalah gerakan ini mendapat gelar Usmani Muda. Sementara Niyazi Berkez, salah seorang penulis yang pernah menjadi guru besar di Islamic Studies, McGill University (Canada), menyatakan bahwa gerakan ini mempunyai beberapa nama antara lain : Pembela syariat (Muhafa-I Seriat) dan pejuang (Fedais).[3]

B.  Tokoh-Tokoh Usmani Muda dan Gagasan-Gagasan serta Corak Pemikirannya.
a.    Ziya Pasya
Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya Pasya (1825-1880). Anak seorang pegawai kantor cukai Istambul. Setelah menyelesaikan pada sekolah Suley Maniye yang di dirikan Sultan Mahmud II untuk diangkat menjadi pegawai pemerintah selagi berusia muda atas usaha Mustafa Rasyid Pasya. Ia pada tahun 1854 diterima menjadi sekretaris Sultan. Untuk keperluan tugas baru ini ia mulai mempelajari bahasa Perancis, sehingga Ia dapat menguasainya dan dapat menterjemahkan buku-buku Perancis kedalam bahasa Turki. Permusuhan dengan Ali Pasya membuat ia terpaksa pergi ke Eropa di tahun 1867 dan tinggal di sana selama 5 tahun. Agar dapat digolongkan dalam kumpulan negara yang maju, kerajaan Usmani, demikian pendapatnya Ziya Pasya harus memakai sistem pemerintahan konstitusional.
Negara Eropa maju karena disana tidak terdapat lagi pemerintahan absolut kecuali di Rusia, bahkan Rusia pun telah mulai mengarah kepada pemerintahan konstitusional. Karena kerajaan Usmani dipandang masuk dalam keluarga negara-negara Eropa, tidaklah pada tempatnya kalau kerajaan Usmani mempunyai sistem pemerintahan yang berlainan dengan seluruh Eropa.  Barat dalam segala-galanya. Sebagai orang yang kuat berjiwa Islam , ia menentang pendapat yang telah mulai banyak tersiar diwaktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Islam merupakan penghalang bagi kemajuan.[4]
b.    Namik Kemal
Namik Kemal lahir di Rhodosto pada tanggal 21 Desember 1840 bertepatan dengan 26 Syawal 1256 dan wafat 2 Desember 1888 di Mytilene. Namik Kemal adalah seorang penyair utama Turki, tokoh utama Turki modern dan pencipta bahasa modern, dalam sejarah sastra Turki. Karyanya dibidang sastra banyak dipengaruhi oleh Shinasi dengan tokoh utama Ibrahim Shinasi Efendi, sebuah kelompok penyair Turki modern. Pergaulannya dengan Ibrahim Shinasi akhirnya merubah pola-pola penyairannya dari imitasi tradisional menjadi bernafaskan barat. Selain itu, dikemudian hari ia menjadi editor surat kabar berbahasa Turki Taswir Efkar (gambaran pemikiran) setelah Ibrahim pergi ke Paris tahun 1864. Taswir bertujuan untuk melakukan pencerahan dibidang politik,
Kesusastraan dan ilmu pengetahuan berbahasa Turki, yang kemudian hari menjadi tempat menyuarakan aspirasi politik Usmani Muda. Keterlibatannya dalam gerakan politik berawal dari ketika ia bergabung komite Usmani Muda yang didirikan oleh pihak pemerintah, ia bersama Ziya Pasya, Nuri, Rifa’at dan Ali Su’awi meninggalkan Turki dan pergi ke London guna meneruskan perjuangan. Di London ia menerbitkan surat kabar Mukhbir yang kemudian diganti dengan nama Hurriyet ketika basis perjuangan mereka berpindah ke Paris. Edisi pertama Mukhbir diterbitkan pada tanggal 31 Agustus 1867. Setelah perdana menteri Ali Pasya wafat, ia kembali ke Istambul dan menerbitkan surat kabar Ibret yang menjadi corong perjuangan kelompok Usmani muda.

c.    Madhat Pasya 
Madhat Pasya (1822-1884 M), termasuk pembaharu politik daulah Usmaniyah. Dialah yang berjasa menggulingkan Sultan Abdul Aziz. Setelah diangkat menjadi perdana menteri pada masa Sultan Abdul Hamid, dia mengumumkan undang-undang yang baru diberlakukan. Undang-undang itu mengikut sertakan semua warga negara dalam urusan pemerintahan tanpa membedakan antar unsur atau agama apapun. Dialah yang berusaha memasukkan berbagai perbaikan yang memungkinkan negara menghirup nafas segar kembali dan menyingkirkan segala bentuk kerusakan yang melanda seluruh negeri. Sayangnya, dia menganggap enteng serangan balik dan orang-orang yang hendak menghalang-halangi pembaharuan yang sedang dilakukannya. Akhirnya dia dikucilkan, dihukum, dibuang dan dibunuh ditempat pembuangannya. Menurutnya perbaikan apapun di Daulah Usmaniyah harus berdasarkan azas hukum demokrasi seperti yang berlaku di Inggris atau Perancis. Mau tidak mau harus dibuatkan undang-undang dan dibentuk MPR yang mewakili semua unsur yang ada dalam negara itu atau seluruh wilayah yang ada.
Dengan demikian, umat dapat menegakkan hukumnya sendiri, bukan Sultan yang menegakkannya dengan kemauannya sendiri atau hanya orang-orang yang dekat kepada Sultan yang dapat diperhatikan kepentingannya. Dengan undang-undang semua penguasa disetiap wilayah bertanggungjawab didepan parlemen atau didepan umat, sehingga mereka terpaksa melakukan keadilan dan melaksanakan perbaikan dimana-mana. Jika tidak, mereka akan diadili dan diberi sanksi. Hampir semua negara Eropa menjalankan bentuk pemerintahan seperti itu, seperti yang dilakukan Daulah Usmaniyah. Negara tidak dapat diselamatkan kecuali dengan menerapkan azas demokrasi dan prinsip kebebasan yang diberikan sepenuhnya kepada umat. Selain itu, negara mesti menghidupkan jiwa mereka, mengembalikan hak-hak individu, menghormati kepribadian mereka, dan melaksanakan keadilan. Tanpa kebebasan, rakyat akan dicengkram perasaan takut. Mereka akan kehilangan kejantanan, bermental budak, yang hina dan lemah, sehingga yang mereka pikirkan hanya makanan dan pakaian, serta hal-hal yang nafsu mereka dengan jalan yang hina. [5]
Menurutnya apa yang sedang terjadi di Daulah Usmaniyah tidak jauh berbeda dengan Islam. Islam menganjurkan dibentuknya wadah musyawarah (syura) yang disebut oleh Barat sebagai parlemen. Islam menganjurkan Amar Ma’ruf Dan Nahi Munkar, pada saat yang sama Barat menempatkan disetiap kota yang maju bentuk kebebasan pers yang diperbolehkan mengkritik, kebebasan individu untuk menulis dan kebebasan masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini tidak seorang pun yang bisa bebas dari kritik, tidak juga pemerintah, Sultan, ataupun Gubernur. Semua orang akan dinilai dan didudukkan sesuai dengan pandangan rakyat secara umum dan kebebasan mereka dalam memberikan kritik. Inilah yang dinamakan oleh al-Qur’an Saling memberikan nasihat dalam kebenaran”.  Sayangnya, Madhat gagal menumpahkan pemikiran yang memenuhi otaknya karena Sultan melihat bahwa perbaikan dalam bidang politik akan menghalangi kehendaknya. Begitu pula para tokoh agama memandang bahwa penerapan pembaharuan untuk menuju kemodernan dianggap bertentangan dengan agama Islam. Padahal rakyat asing melihat bahwa persamaan hak akan mengakhiri zaman kejayaan mereka. Negara-negara asing memandang bahwa penungkatan ekonomi merupakan bahaya yang mengancam kewibawaan mereka. Akan tetapi orang-orang terutama para tokoh negara yang biasa meraih kekayaan yang melalui kezaliman, beranggapan bahwa akan menjadi miskin karena diterapkannya keadilan. Mereka mengabaikan Madhat, membiarkan undang-undangnya dan mengembalikan suasana dalam negeri seperti keadaannya semula. Kekejaman yang dilakukan orang kepadanya ketika dia ditangkap, meninggalkan bekas yang sangat dalam dihati para pendukung perbaikan kondisi negara. Hal itu telah mencegah bibit revolusi, revolusi yang menilainya dapat menggulingkan Sultan Abdul Hamid, memorak-porandakan sistem kesultanan dan kekhalifahan yang pada gilirannya dapat menyatukan orang-orang pemerintah dengan agamawan yang di perjuangkan oleh Madhat. Gagasan-Gagasan dan Corak Pemikiran Usmani Muda. Adapun gagasan-gagasan pemikiran yang sangat dominan dalam perjuangan Usmani Muda yang menjadi polemik dan menciptakan problematika besar dalam pemerintah adalah konstitusi yang ditandatangani oleh Sultan Abdul Hamid pada tanggal 23 Desember 1876.  [6]
Konstitusi 1876 dapat dilihat dari hak-hak serta kekuasaan Sultan. Menurut pasal 3, kedaulatan terletak pada tangan Sultan, jadi bukan ditangan rakyat sebagaimana yang terdapat dalam paham kenegaraan Barat. Paham kedaulatan terletak pada diri Sultan adalah sesuai dengan paham yang terdapat dalam Islam, bahwa segala kedaulatan berada pada Tuhan sebagai pencipta dan pemilik alam semesta. Kedaulatan alam prakteknya di dunia dipegang oleh Khalifah yang mengganti Nabi Muhammad saw., dalam mengepalai umat Islam. Sultan Turki, selain mempunyai kedudukan Sultan juga mempunyai kedudukan Khalifah. Sedangkan menurut pasal 4 menyebutkan bahwa Sultan juga menpunyai sifat suci d an tidak bertanggungjawab tentang perbuatannya. Hal-hal yang menurut pasal 7 antara lain yaitu:
1.    Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri,
2.    Mengadakan perjanjian Internasional,
3.    Mengumumkan perang,
4.    Mengadakan damai dengan negara-negara lain,
5.    Membubarkan parlemen.
Kemudian menurut pasal 54 rencana undang-undang baru dapat menjadi undang-undang kalau sudah disetujui oleh Sultan. Pasal 113 lebih lanjut memberi kekuasaan untuk mengumumkan keadaan darurat jika hal demikian dipandang perlu. Menurur pasal 113 ia juga mempunyai kekuasaan untuk menangkap dan mengasingkan orang-orang yang dianggap berbahaya bagi keamanan negara. Dari penjelasan diatas nyatalah bahwa Sultan masih mempunyai kekuasaan besar, pembatasan kekuasaan absolut seperti yang dikehendaki Usmani Muda tidak banyak berhasil. Pasal-pasal yang tercantum dalam undang-undang 1876 disamping itu, tidak semuanya mengandung pengertian tegas. Pasal 7 umpamanya, menyebut hak-hak Sultan tetapi tidak ada penegasan bahwa hanya itulah hak-hak yang dimilki Sultan. Pasal 54 menyebut bahwa rencana undang-undang perlu mendapat persetujuan Sultan, tetapi tidak dijelaskan bagaimana keadaannya kalau undang-undang tertentu ditolak Sultan, dan sebagai gantinya ia keluarkan keputusannya sebagaimana hal-hal dimasa lampau, tidak ada penegasan bahwa keputusan demikian tidak dapat menjadi undang-undang. [7]
Pasal 113 betul-betul merupakan pukulan berat bagi Usmani Muda, karena dengan memakai pasal inilah Sultan Abdul Hamid beberapa tahun kemudian mengangkat Madhat Pasya beberapa temannya untuk kemudian dikirim ketempat pengasingan. Pemuka-pemuka Usmani Muda menentang pemasukan pasal 113 ini kedalam undang-undang dasar, tetapi Sultan Abdul Hamid memasukkannya sebagai syarat untuk dapatnya konstitusi itu diterima dan diumumkan. Pembentukan sistem kabinet yang tidak lagi bertanggungjawab kepada Sultan, tetapi kepada parlemen sebagai yang diinginkan Usmani Muda juga tidak berhasil. Pasal 27 hanya menyebutkan bahwa perdana menteri dan Syaikh al-Islam akan dilantik oleh Sultan. Dengan demikian sistem sebenarnya tidak ada, dan perdana menteri hanya mempunyai Primus Inter pares. Menteri-menteri akan tetap memegang posnya masing-masing, selama masih mendapat kepercayaan Sultan. Parlemen dapat memanggil menteri, dapat mengirim wakil sebagai ganti atau dapat menunda kehadirannya didepan parlemen untuk masa yang tidak tertentu.
Alasan yang dipakai untuk menangkap Madhat Pasya dan untuk membubarkan parlemen adalah negara dalam keadaan bahaya karena pecahnya perang dengan Rusia. Semenjak itu sampai revolusi 1908 dibawah pimpinan Turki Muda, Sultan Hamid memerintah sebagai seorang otokrat, tetapi otokrat yang mempunyai dasar konstitusi.[8]
C.  Peroidesasi Usmani Muda
Kematian Perdana Mentri Ali Pasya (1987), menandai berakhirnya Tanzimat.[9] Golongan itelegensia yang menentang Sultan dikenal dengan Usmani Muda (Yeni Usmanlilar,atau Young Ottoman). Pemikiran-pemikiran yang dikemukakan Usmani Mudalah  yang mempengaruhi pembaharuan yang diadakan Usmani Muda. Usmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan rahasia yang didirikan di tahun 1867 dengan tujuan mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke Eropa di tahun 1867 dan disanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda. Sebagian mereka kembali ke Istambul setelah Ali Pasya tiada lagi.
Salah satu pemikir Usmani Muda adalah Ziya pasya (1825-1880) anak seorang pegawai cukai di Istambul. Menurutnya agar dapat di golongkan negara-negara maju, kerajaan usmani harus memakai system pemerintahan konstitusional. Dalam system pemerintahan konstitusional harus ada Deawan Perwakilan Rakyat, dan adanya dewan serupa ini oleeh pihak istana ditakuti akan menghancurkan kekuasaan Sultan. Dalam mengadakan pembaharuan, Ziya tidak setuju dengan pendiriran meniru barat dalam segala-galanya. Sebagai orang yang kuat berjiwa Islam, ia menentang pendapat yang mulai tersiar di waktu itu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Islam merupakan penghalang bagi kemajuan..
Pemikir terkemuka Usmani muda adalah Namik Kemal (1840-1888). Ia barasal dari keluarga golongan atas dan oleh Karen itu orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya di rumah. Disamping pelajaran bahasa Arab dan Persia, kepadanya diberikan pula pelajaranbahas Perancis. Dalam umur belasan tahun ia di angkat menjadi pegawai di kantor penerjemahan dan kemudian dipindahkan menjadi pegawai di istana Sultan.
Yang dikehendaki Namik Kemal adalah pemerintahan demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Negara Islam yang dibentuk dan di pimpin Empat Khalifah Besar, sebenarnya mempunyai corak demokrasi. System baiah meruupakan rakyat menyatakan persetujuan mereka atas pengangkatan khalifah yang baru. Dengan demikian baiah merupakan kontrak sosial yang terjadi anatar rakyat dan khalifah itu dapat dibatalkan jika khalifah mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai Kepala Negara.
Di dalam Islam ada ajaran yang disebut al-maslahah al-amah dan ini sebenarnya adalah maslahat umum. Maslahat umum oleh karena itu merupakan suatu bentuk dari pendapat umum. Khalifah harus memperhatikan dan menghormati pendapat umum.
Dalam mengurus Negara, khalifah selanjutnya tidak boleh melanggar syariat. Dengan demikian syariat  sebenarnya merupakan konstitusi yang harus dipatuhi oleh kepala Negara. Lebih lanjut lagi, musyawarah adalah dasar penting dalam soal pemerintahan dalam Islam. Sistim musyawarah ini memperkuat demokrasi dalam islam. Pembuat hukum dalam Islam adalah kaum ulama dan yang melaksanakan hukum adalah pemerintah. Dengan demikian dalam islam sebenarnya terdapat pemisah anatara kekuasaan legislative dan kekuasaan eksekutif. Dengan membawa argumen-argumen di atas, Namik Kemal berpendapat bahwa system pemerintahan konstitusional tidaklah merupakan bid’ah  dalam Islam.
Di antara ide-ide yang lain yang dibawa Namik Kemal terdapat cinta tanah air. Tanah air yang dimaksud  ahli piker itru bukanlah tanah air Turki, tetepi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep tanah air tidaklah sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya di adakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan kerajaan Usmani, sebagai kerajaan Islam yang terbesar dan terkauat pada saat itu. Persatuan itu mengambil bentu pan-Islam dan tujuannnya adalah sama-sama mempelajari dan menyesuaikan peradaban modern dengan ajaran-ajaran Islam dan selanjutnya disiarkan di seluruh asia-afrika. Ide-ide yang dikemukakan Namik Kemal seperti disebut di ataslah yang menjadi pedoman bagi penyusunan undang-undang dasar 1976 dari kerajaan usmani.
Orang yang kuat di kalangan pemerintah yang berdiri dibelakang pengadaan konstitusi itu adalah Midhat Pasya (1822-1883), anak seorang hakim agama. Dalam usia belasan tahun ia menjadi biro perdana mentri. Di tahun 1858 ia diberi cuti untuk berkunjung selama enam bulan ke Eropa. Kemudian ia di angkat beberapa kali sebagai gubernur di berbagai daerah. Dalam jabatan ini ia menunjukan kecakapan luar biasa. Di tahun 1972 ia di angkat oleh sultan Abdul Aziz menjadi perdana menteri, tetapi karena selalu bentrokan dengan kekuasaan absolut sultan, ia diberhentikan selam beberapa bulan kemudian.
Dalam pada itu keadaan ekonomi Negara bertambah memburuk, demonstrasi dan huru-hura terjadi dan akhirnya pada tanggal 30 mei 1876, sultan abdul aziz dijatuhkan atas dasar fatwa yang dikeluarkan syaikh islam Kerajaan Usmani. Sebagai gantinya di angkat Murad V, yang mempunyai hubungan baik dengan golongan Usmani Muda. Namik Kemal dipanggil kembali dari pembuangan dan beberapa pemuka Usmani Muda di angkat menjadi Menteri. Midhat Pasya juga mendapat kedudukan sebagai menteri.
Sultan Murad V, sebelum memegang jabatan berada dalam pengasingan. Ia diasingkan oleh Sultan Abdul Aziz setelah rahasia hubungannya dengan Usmani Muda terbuka. Hidup dalam pengasingan membuat mentalnya lemah. Beban pekerjaan Sultan yang harus dipikulnya membuatjiwanya bertambah lemah dan beberapa bulan setelah menjadi sultan, ia terpaksa dijatuhkan kekuasannya dengan alasan sakit mental.
Sebagai ganti dicalonkan saudaranya Abdul Hamid. Midhat Pasya telah berjumpa dengan Abdul hamid dan berhasil memperoleh janji akan menyokong usaha Usmani Muda untuk mengadakan konstitusi bagi kerajaan usmani. Pada tanggal 31 agustus 1876, Abdul Hamid dinobatkan sebagai Sultan dan Tiga tahun kemudian, Midhat pasya di angkat menjadi Perdana Menteri.
Dalam pengadaan konstitusi antara Sultan Abdul hamid dan usmani Muda tidak terdapat perbedaan paham perselisihan paham timbul tentang hak-hak dan kekuasaan Sultan, hak-hak dan kekuasaan pemerintah dan serta hak-hak kekuasaan parlemen. Abdul hamid, sebagai Sultan sudah barang tentu mempertahankan hak-hak serta kekuasaan sultan dan pemerintahan sebanyak mungkin, sedangkan Midhat pasya  dan Usmani Muda berusaha memperkecil hak-hak serta  kekuasaan badan Eksekutif dan memberikan hak-hak serta kekuasaan kepada badan Legislatif.
Tanatangan terhadap pengadaan konstitusi datang pula dari pihak syaikh Islam dan pembesar Istana. Menurut mereka rakyat kerajaan Usmani belum matang untuk menerima system kerajaan konstitusional. Rakyat masih dalam kegelapan dan belum mempunyai pendidikan yang cukup  untuk dapat mempergunakan kebebasan yang diberikan kepadanya. Rakyat yang masih rendah sekali kecerdasannya, kalau diberi kebebasan, akan menimbulkan anarki. Bagaiman dengan rakyat yang masih bodoh, demikian Syaikh Islam betanya-tanya, dapat dibawa bermusyawarah. Kerajaan usmani bisa diatur hanya dengan syariat.
 Keberatan selanjutnya mereka hadapkan akan turutnya orang-orang bukan Islam menjadi anggota dalam parlemen. Adanya anggot yang tidak beragama islam akan menbawa pada danya undang-undang yang bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, pemerintahan konstitusional demikian kata mereka, tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran islam. Dalam itu, golongan usmani muda, karena masih terikat pada paham-paham kenegaraan sebagai yang terdapat dalam Islam, memakai term-term islam dalam menggambarkan paham kenegaraan barat. Term musyawarah, umpamanya dipakai untuk perwakilan rakyat, syriat untuk konstitusi dan baiah untuk kedaulatan rakyat. Golongan ulama setuju dan tidak menentang musyawarah, syariah dan baiah, dan oleh karena itu mereka di anggap tidak menentang sisitem konstitusional. Kalau ulam memahami term-term itu dalam pengertian yang trdapat dalam islam, golongan usmani Mud amemberikan pengertian barat kepadanya.
Tidak mengherankan kalau dalam suasana seperti digambarkan  di atas, yang tersusun bukanlah konstitusi yang bersifat demokratis tetapi konstitusi yang mempunyai semi otokratis. Konstitusi yang bersifat semi otokratis ini di tanda tangani oleh sultan Abdul hamid pada tanggal 23 desember 1876.
Semi otokratis konstitusi 1876 ini dapat dilihat dari hak-hak serta kekuasaan sultansebagai tersebut di dalamnya. Menurut pasal 3, kedaulatan tetak pada tangan sultan, jadi bukan terletak di tangan rakyat seperti yang terdapat dalam kenegaraan barat.  Paham kedaulatan terhadap diri sultan adalah paham yang terdapat dalam islam bahwa segala kedaulatan berada pada tuhan sebagai pencipta dan pemilik alam semesta. Kedaulatan alam prakteknya di dunia dipegang oleh khlifah sebagai penggan ti Nabi Muhammad saw. Dalam mengepalai umat islam. Sultan Turki, selain mempunyai kedududkan sultan juga mempunyai kedudukan khalifah. Pasal 4 menerangkan bahwa sultan mempunyai sifat suci dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya.
Hak-haknya menurut pasal 7 antara lain terdiri atas:
1.    Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
2.    Mengadakan perjanjian internasional.
3.    Mengumumkan perang.
4.    Mengadakan damai dengan Negara-negara lain.
5.    Membubarkan parlemen.
Kontitusi 1876 telah di umumkan dan dengan demikian Usmani Muda berhasil dalam cita-cita dalam usaha mengadakan undang-undang dasar bagi kerajaan usmani. Tetapi sungguhpun begitu, mereka tidak berhasil dalam membatasi kekuasaan absolute sultan.
Yang terjadi malahn sebaliknya. Kekuasaaan tetapa bersifat absolute dan kekuasaan absolute itu telah mempunyai dasar konstitusional.ketika ia menangkap dan mengirim Midhat Pasya ke tempat pembuangan, tindakannya itu tidaklah merupakan tindakan yang konstitusional, malahn sebaliknya tindakan yang berdasar pada pasal 113 dari undang-undang dasar 1876.
 Dan ketika ia membubarkan parlemen di bulan febuari 1878, tindakannya itu mempunyai dasar konstitusi, yaitu pasal 7. Alasan yang dipakai untuk menangkap Midhat Pasya dan untuk membubarkanParlemen adalah Negara dalam keadaan bahaya karena pecahnya perang dengan Rusia. Sejak itu sampai revolusi 1908 dibawah pimpinan Turki Muda, Sultan Abdul Hamid memerintahkan sebagai seorang otokrat, tetapi otokrat yang mempunyai dasar konstitusi.[10]
Tiga penyebab kegagalan proses pembaruan dalam system pemerintahan yang dipelopori yang dipelopori oleh kelompok Usmani Muda, yaitu:
1.    Tidak adanya golongan menengah yang berpendidikan dan berekonomi kuat yang mendukung mereka.
2.    Sultan masih memiliki kekuasaan yang besar.
3.    Usmani Muda belum berpengalaman dalam persoalan konstitusi dan kaburnya  ide konstitusi bagi pihak-pihak yang menginginkannya.[11]
Usmani Muda berkeyakinan bahwa adanya konstitusi merupakan syarat mutlak bagi lancarnya jalan pembaharuan  dalam hidup kemasyarakatan kerajaan Usmani. Kegagalan Usmani Muda dalam mengadakan system pemerintahan konstitusi di kerajaan Usmani dan menjatuhkan Sultan, membuat mereka bukan hanya tidak berhasil dalam usaha pembaharuan, bahkan lebih dari itu mereka hilang dari arena pembaharuan dikerajaan Usmani pada abad ke 19.
Sultan Abdul Hamid sungguhpun bersifat absolut, bukanlah sultan yang sama sekali tidak setuju dengan pembaharuan. Dizaman absoltnya terjadi juga pembaharuan-pembaharuan. Dalam lapangan pendidikan ia mendirikan perguruan-perguruan tinggi, sekolah tinggi hukum (1878), sekolah tinggi keungan (1878), sekolah tinggi kesenian (1879), sekolah tinggi dagang (1882), sekolah tinggi teknik (1888), sekolah dokter hewan (1889), sekolah tinggi polisi (1891). Universitas Istanbul yang juga didirikan dizamannya, yaitu tahun 1900.
Di dalam bidang hukum ia mendirirkan mahkamah non agama dan membentuk kementrian kehakiman. Hubungan darat, pos dan telegraf juga ia tingkatkan. Kalau sebelumnya di daerah Anatolia hanya hanya terdapat beberapa ratus meter jalan kereta api, penambahan yang dibawanya meningkatkan jumlah itu menjadi beberap kilo meter, di antaranya jalan kereta api antara madinah di Arabia dan damaskus di syiria. Jaringan pos dan telegraf menghubungkan hamper seluruh daerah ibi kota Istanbul.
D.  Hambatan-Hambatan Yang dialami Oleh Usmani Muda
Diantara hambatan-hambatan yang dialami oleh Tokoh-tokoh Usmani Muda yang sangat berarti dalam memperjuangkan konsep pembaharuan yang mereka tawarkan adalah:
1.    Dukungan dari kaum terpelajar Barat dan kalangan yang ekonomi tinggi relatif belum mapan.
2.    Ide pembaharuan yang mereka canangkan masih terlalu tinggi dan belum dapat terjangkau dan dipahami masyarakat Turki.
3.    Ide pembaharuan yang mereka canangkan belum tersosialisasi keseluruh lapisan masyarakat bawah.
4.    Ide konstitusi merupakan desakan kaum intelejensia semata, bukan desakan masyarakat.
5.    Para tokoh-tokoh Usmani Muda berhasil diamankan oleh pihak pemerintah dengan dalil negara dalam kondisi darurat.
6.    Setelah tokoh-tokoh tersebut diamankan, kalangan masyarakat tidak memunculkan suatu reaksi atau tindakan sebagai tuntunan kepada penentang agar tokoh-tokoh Usmani Muda ini segera dibebaskan, melainkan mereka hanya bersifat fasif.
7.    Deklarasai Gulkhane dan deklarasi Humayyun yang keduanya merupakan inspirasi program Tanzimat, mengisyaratkan bahwa Sultan masih memiliki kekuasaan besar, sehingga konstitusi 1876 dapat dianggap sebagai anugerah Sultan.[12]
Kegagalan Usmani Muda dalam mengadakan sistem pemerintahan konstitusional di Kerajaan Usmani dan dalam menjatuhkan Sultan, membuat mereka bukan hanya tidak berhasil tidak dalam usaha pembaharuan, bahkan lebih dari itu, menbuat mereka hilang dari arena pembaharuan di Kerajaan Usmani abad ke-19.     Meskipun memang Sultan Abdul Hamid bersifat absolut, namun beliau bukanlah sultan yang sama sekali tidak setuju dengan pembaharuan. Di zaman pemerintahan absolutnya terjadi juga berbagai pembaharuan. Dalam lapangan pendidikan beliau mendirikan beberapa perguruan tinggi. Di dalam bidang hukum, ia mendirikan mahkamah non-Agama dan membentuk Kementerian kehakiman. Hubungan darat, pos dan telegraf juga ditingkatkan. Demikian pula dengan jumlah percetakan juga mengalami peningkatan.

















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Adapun yang menjadi kesimpulan dari pembahasan Usmani Muda ini adalah  sebagai berikut:
1.    Timbulnya Usmani Muda dan gerakannya, karena dilatar belakangi oleh ketidakadilan dan keabsolutan kekuasaan.
2.    Tokoh-tokoh Usmani Muda adalah Ziya Pasya, Namik Kemal dan Madhat Pasya yang corak pemikirannya dapat terlihat pada gagasan mereka untk menciptakan Turki Usmani menjadi Negara yang maju dan demokratis.
3.    Hambatan-hambatan yang merintangi perjuangan Usmani Muda dapat disimpulkan dengan kurangnya dukungan masyarakat baik dari kalangan elit maupun masyarakat kelas papan bawah.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2009).
Amin, Ahmad Husayn, Al-Mi’ah al-A’zham Fi Tarikh al-Islam diterjemahkan oleh Bahruddin Fanni dengan judul Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Cet. I; bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) .
Asmuni,M. Yusran. 2001. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam,. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hamka. Sejarah Umat Islam. (Singapura : Pustaka Nasional. 2005)
Nasution Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. (Jakarta PT. BulanBintang.2003)
Syafiq A..Mugni, , Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, (Cet. ; Jakarta: Logos, 1997)
Wibisono, A. Fattah. 2009. Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam. Jakarta: Rabbani Press.
Zallum, Abdul Qadim. 2007. Kaifa Hudimatil Khilafah (Malapetaka Runtuhnya Daulah Khilafah). Bogor: Al-Azhar Press, 2007.






[1] Hamid, Pemikiran Modern dalam Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010). Hlm. 157
[2] Syafiq Mugni, , Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, (Cet. ; Jakarta: Logos, 1997) h.24
[3] M. Dahlan Al-Barry, , Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2009) h.56
[4] Ahmad Husayn Amin, , Al-Mi’ah al-A’zham Fi Tarikh al-Islam diterjemahkan oleh Bahruddin Fanni dengan judul Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Cet. I; bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) h.99
[5] Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. (Jakarta PT. BulanBintang.2003)hal.83
[6] M. Yusran Asmuni,. 2001. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam,. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.h.108                   
[7] Zallum, Abdul Qadim. 2007. Kaifa Hudimatil Khilafah (Malapetaka Runtuhnya Daulah Khilafah). Bogor: Al-Azhar Press, 2007.
[8] Hamka. Sejarah Umat Islam. (Singapura : Pustaka Nasional. 2005) hal. 603
[9] Eka Martini, Pemikiran Modern dalam Islam (Palembang, IAIN Raden Fatah, 2011)
[10] Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), hlm. 98-108
[11] Abdul hamid, Op. Cit., hlm.159-160
[12] , A. Fattah Wibisono. 2009. Pemikiran Para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam. Jakarta: Rabbani Press.h.117

Tidak ada komentar:

Posting Komentar