SUBYEK PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TAFSIR SURAT
AR-ROHMAN: AYAT 1-4 DAN AL JUM’AH AYAT 2
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Al-qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman
bagi kehidupan manusia (way of life). Al-qur’an mengandung beberapa
aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan
yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari
beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan
belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen- komponen
pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Pendidik dalam proses pendidikan
adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting dalam proses
pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa
menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak
akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan
peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
B. Ruumusan Masalah
Di lihat dari latar belakang di ada maka penulis dapat merusskan sebagai
berikut.
1. Pengertian
Subyek Pendidikan?
2. Bagaimana
Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Ar-Rohman: 1-4?
3. Bagaimana
Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Al-Jum’ah ?
BABA II
PEMBAHASAN
A. Pengertian subyek pendidikan
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang
disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah
orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan
lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang
kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim
kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah dan yang
kedua adalah Rasulullah.
Kita
dapat membedakan pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
1.
Pendidik
menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai pendidik
menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrat anak
manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdayam
hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak
manusia) itu dapat hidup dan berkembang semakin dewasa. Hubungan orang tua
dengan anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a.
Unsur kasih sayang pendidik
terhadap anak
b.
Unsur kesadaran dan tanggung
jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak[1]
2.
Pendidik
menurut jabatan, yaitu guru
Guru adalah pendidik kedua
setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan alamiah menjadi
pendidik, karena mereka mendapat tugas dari orang tua, sebagai pengganti
orang tua. Mereka menjadi pendidik karena profesinya menjadi pendidik, guru di
sekolah misalnya. Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, guru adalah pendidk profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formanl, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru berfungsi sebagai pendidik di samping sebagai
pengajar. Guru membentuk sikap siswa, bahwa guru menjadi contoh atau teladan
bagi siswa-siswanya. Hal itu tidak mungkin kalau guru hanya bertuigas mengajar
saja
B. Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Ar-Rohman: 1-4
1.
Subjek Pendidikan (Allah)
الرحمن
عَلَّمَ الْقُرْءَانَ 2 1
خَلَقَ الْإنْسَن 3 عَلَّمَهُ الْبَيَانَ 4
1. (tuhan) yang Maha pemurah,
2.
yang
telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia
menciptakan manusia.
4. mengajarnya
pandai berbicara.
2.
Sebab Nuzul.
Ayat ini turun setelah terjadi
pelecehan orang kafir setelah ada perinta untuk bersujud kepada Allah yang
terdapat dalam surat al-Furqon
#sÎ)ur @Ï% ãNßgs9 (#rßßÚó$# Ç`»uH÷q§�=Ï9 (#qä9$s% $tBur ß`»oH÷q§�9$# ßàfó¡nSr& $yJÏ9 $tRã�ãBù's? öNèdy#yur #YqàÿçR
dan
apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha
Penyayang", mereka menjawab:"Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah
Kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami(bersujud
kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).
Ayat ini merupakan bantahan bagi kaum kafir yang
mengungkapkan mereka tidak mengenal seseorang yang bernama Rahman kecuali
Rahman dari yamamah. Maka ayat ini menegaskan bahwa Arrahman bukanlah dia
tetapi Allah yang maha Rahman yang telah mengajarkan Al-Qur’an dan telah
menciptakan manusia.
3.
Makna Mufrodat
`الرحمن = yang maha pemurah (salah satu Nama Allah)
عَلَّمَ الْقُرْءَانَ = yang telah mengajarkan Al – Qur’an
خَلَقَ الْإنْسَن = Umat Manusia ,
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ = kemampuan manusia
untuk mengutarakan isi hati dan memahamkannya
kepada orang lain.[2]
4.
Tafsir Ar – Rahman Ayat 1 – 4
a.
Tafsir Ar – Rahman Ayat 1
Dalam
penafsiran Surat Ar – Rahman ayat 1 ( الرحمن) ar-Rahman secara panjang lebar telah dikemukakan
oleh penulis antaralain ketika menafsirkan surat al-Fatihah dan al-Furqan.
Rujukan ke sana! Dalam konteks ayat ini dapat ditambahkan bahwa kaum musyrikin
mekah tidak mengenal siapa ar-Rahman sebagaimana pengakuan mereka yang
direkam oleh Qs. Al-Furqon [25] : 60. Dimulainya surat ini dengan kata tersebut
bertujuan juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah
untuk mengakuan nikmat-nikmat dan beriman kepada-Nya.Di sisi lain, penggunaan
kata rerbut di sini sambilmenguraikan nikmat-nikmat-Nya, merupakan juga
bantahan terhadap merka yang enggan mengakui-Nya itu.[3]
Arti
Ar-Rahman adala amat luas. Kalimat dalam pengambilannya ialah Rahmat. Yang
berarti kasih, sayang, cinta pemurah. Dia meliputi kepada segala segi dari
kehidupan manusia dan terbentang di dalam segala makhluk yang wujud dalam dunia
ini. Didalam ayat-ayat al-Qur’an kita akan bertemu dengan ayat-ayat yang
menyebutkan Ragmat Allah, tidak kurang daripada 60 kali, rahim sampai 100.
Maka
apabila kita perhatikan al-Qur’an dengan seksama,kita akan bertemu hampir pada
tiap-tiap halaman, kalimat-kalimat Rahman, Rahim, Rahmat, Rahmati, Rahimi,
Ruhamaak, Arhaman, al-Arhaam, yang semuanya itu mengandung arti akan kasih,
sayang, pemurah, kesetiaan dan lain-lain. Artinya pada sifat-sifat yang lain,
misalnya sifat santun, sifat Afuwwun (pemaaf), sifat Ghoffur (pengampun) dan
lain-lain, didalamnya kalu kita renungkan, akan bertemu kasih-sayang tuhan,
kemurahan tuhan, dermawan Tuhan.[4]
b.
Tafsir Ar- Rahman ayat 2
عَلَّمَ
الْقُرْءَانَ (Yang telah
mengajarkan al-Qur’an). Dalam kata عَلَّمَ (Telah mengajarakan) disini maksud telah
mengajarkan diartikan kepada siapa yang dikehendakkinya[5]
Sedangkan
patron kata عَلَّمَ (Telah mengajarakan) memerlukan dua objek. Banyak ulama yang
menyebutkan objeknya adalah kata (الإنسان) manusia yang diisyaratkan oleh ayat
berikutnya. Thabathabai menambahkan bahwa jin juga trmasuk, kerena surat
tersebut ditunjukan kepada manusia dan jin. Menurut Penulis, bisa saja objeknya
mencakup selain kedua jenis tersebut. Melaikt jibrilyang menerima dari Allah
wahyu-wahyu al-Qur’an untuk disampaikan kepada Rasul Saw., termasuk yang
diajarnya, karena bagaimana mungkin malaikat itu dapat menyampaikan bahkan
mengajarkan firman Allah itu kepad Nabi Muhhammad Saw. Kalau malaikat itu
sendiri tidak memperoleh pengajaran Allah SWT, disisilain, tidak disebutkannya
objek kedua dari kata tersebut, mengisyaratkan bahwa ia bersifat umum dan
mencakup segala sesuatu yang dapatr dijangkau oleh pengajaran-Nya.[6]
Al-Qur’an
adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad saw. Dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya,
dan menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad saw. Dan inilah salah satu
dari Rahman, atau kasih sayang dari Allah kepad manusia,yaitu diajarkan kepada
manusia itu al-Qur’an
c.
Tafsir Ayat 3 Surat Ar-Rahman
خَلَقَ الْإنْسَن (yang Menciptakan Manusia) Kata (الْإنْسَنا)
pada ayat ini mencakup semua jenis manusia sejak adam hingga akhri zaman.[7]
Penciptaan manusia pun satu diantara tanda Rahman Tuhan kepada alam ini.
Sebab dantara bagitu banyak makluk Ilahi didalam alam, mausia satu-satunya makhluk paling mulia. Kemuliaan itu lah salah satu
bentuk rahmat ilahi :
ôs)s9ur $oYøB§�x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ì�óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9�ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs?
Dan
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.[8]
d.
Tafsir ar-Rahman ayat 4.
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (mengajarnya berbicara), Al-Hasam mengatakan, “yang dimaksud
dengan dengan al-bayan ialah pengujaran, yaitu membaca al-Qur’an. Pembacaan itu
dengan memudahkan pengujaran kepada hamba-hambaNya dan memudahkan dalam
mengartikulasikan huruf-huruf dari daerah-daerah artikulator, yaitu
tenggorakan, lidah, dan bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis
huruf[9]
Sedangkan dalam Tafsir al-Misbah kata al-bayar pada mulanya
berarti jelas. Kata tersebut di sini dipahami oleh Thabathaba’i dalam arti
“potensi mengungkap” yakni kalam/ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang
terdapat dalam benak. Lebih lanjut ulama ini menyatkan bahwa kalam bukan skedar
mewujudkan suara dengan menggunakan rongga dada, tali suara dan kerongkongan.
Bukan juga hanya dalam keanekaragaman suara yang keluar dari kerongkongan
karena perbedaan makharij al-hrurf dari mulut, tetapi juga bahwa Allah yang
maha Esa menjadikan manusia dengan mengilhaminya mampu memahami makna suara
yang keluar itu, yang dengannya dia dapat menghadirkan sesuatu dari alam nyata
ini, berapapun besar atau kecilnya yang wujud yang berkaitan dengan masa
laumpau atau datang, dan menghadirkan dalam benaknya hal-hal yang abstrak yang
dapat dijangkau oleh manusia dengan pikirannya walau tidak dijangkau dengan
indra.[10]
e.
Keterkaitan dengan Kependidikan
Kandungan
Hukum dalam Surat ar-Rahman ayat 1-4 , dari ayat pertam ( الرحمن) ar-Rahman, yang memiliki arti
pengasih kepada makhluknya tanpa keterkecuali baik kepada yang beriman maupun
yang mengingkarinya, disini jika dikaitkan dengan pendidikan adalah kita
sebagai pendidik harus memilik sifat yang pengasih tanpa pengecualian baik
kepada yang pintar, pendiam, dan yang nakal. Kita harus menyayanginya tanpa
pandang bulu.
Mengajarkan
Qur’an. Ini menunjukan bahwa seorangguru harus terlebih dahulu mempersiapkan Qur’an,
dalam konteks ini qur’an diterjemahkan dengan materi pelajaran, sebelum guru
berada dihadapan siswa. guru harus terlebih dahulu mempersiapkan dalam artian
menguasai, memahami materi yang akan disampaikankepada siswa. sehingga seorang
guru dapat maksimal mentransfer ilmunya kepadasiswa.
Khalaqal
InsanMenciptakan Manusia. Menilik tujuan utama dari pendidikan adalah
mencetak manusia yang sempurna, yang berpengetahuan, berakhlak dan
beradab. tentu tidak ada manusia yang sempurna, namun berusaha menjadi manusia
yang sempuranaadalah suatu kewajiban. Seorang guru apapun materi yang ia
ajarkan hendaknyamengarahkan siswanya menjadi manusia yang berpengetahuan,
beradab dan bermartabat yang berujung kepada ketaqwaan kepada Yang Maha
Esa. bukan hanyamengarahkan pada aspek prestasi saja.
Allamahul
Bayan Mengajarkan Dengan Jelas. Ayat ini kaitannya dengan proses pendidikan
adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan, sampaikanlah dengan
sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa benar-benar faham. jangan
sampai seorang siswa belum betul-betul faham pada materi yang diajarkan sudah
pindah kemateriyang lain. banyak kasus di negeri ini, demi mengejar target
pencapaiankurikulum,prinsip memberi kefahaman diabaikan, efeknya kita tahu
semua.[11]
C. Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Al-Jum’ah
1. Tafsir Surat Aljum;Ah Ayat 2
uqèd
Ï%©!$#
y]yèt/
Îû
z`¿ÍhÏiBW{$#
Zwqßu
öNåk÷]ÏiB
(#qè=÷Ft
öNÍkön=tã
¾ÏmÏG»t#uä
öNÍkÏj.tãur
ãNßgßJÏk=yèãur
|=»tGÅ3ø9$#
spyJõ3Ïtø:$#ur
bÎ)ur
(#qçR%x.
`ÏB
ã@ö6s%
Å"s9
9@»n=|Ê
&ûüÎ7B
ÇËÈ
“Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
2. Penafsirannya
Pada ayat ini, Allah
SWT menerangkan bahwa Dia-lah yang mengutus seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad
Saw kepada bangsa Arab yang masih buta huruf, yang belum tahu membaca dan
menulis pada waktu itu, dengan tugas:
Membacakan ayat suci
Al-Quran yang didalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh
kebaikan dunia dan akhirat.
Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan,
sifat-sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid
meng-Esa-kan Allah SWT, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan
mereka dan tidak percaya lagi kepada sembahan mereka seperti batu, pohon kayu
dan sebagainya. Mengajarkan kepada mereka syariat agama beserta hukum-hukumnya
serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Disebutkan secara
khusus bangsa Arab yang buta huruf itu, tidaklah berarti bahwa kerasulan Nabi
Muhammad itu terbatas hanya kepada bangsa Arab saja, tetapi kerasulan Nabi
Muhammad itu umum, meliputi semua makhluk terutama jin dan manusia, sebagaimana
firman Allah SWT: “Katakanlah: "Hai Manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua". (QS. Al A'raaf: 158)
Ayat ini, diakhiri
dengan ungkapan bahwa orang Arab itu, sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata. Mereka itu pada umumnya menganut dan berpegang teguh kepada agama
Samawy yaitu agama Nabi Ibrahim As, lalu mereka mengubah dan menukar akidah
tauhid dengan syirik, keyakinan mereka dengan keraguan, mengadakan sesembahan
selain dari Allah SWT.
Menurut Syekh Moh.
Abduh sebagaimana dikutip oleh Moh. Quraish Shihab, memahami ayat tersebut
sebagai bentuk kekuasaan. Kebijaksanaan dan ke-Esaan-Nya. Kemudian (membacakan
ayat-ayat tersebut) dalam arti menjelaskannya dan mengarahkan jiwa manusia
untuk meraih manfaat, pelajaran darinya.
Sedangkan makna (mensucikan
mereka) adalahmembersihkan jiwa mereka dari keyakinan-keyakinan yang sesat,
kekotoran akhlak dan lain-lainyang merajalela pada masa jahiliyah, sedangkan (mengajar
kitab) dipahami oleh Moh. Abduh sebagai mengajar tulis menulis dengan pena,
karena sesungguhnya agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ini telah
mengharuskan mereka belajar tulisan dengan penadan membebaskan mereka dari buta
huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan
urusan umat.
Adapun (hikmah), maknanya menurut Abduh
adalah rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahuan hukum, penjelasan
tentang kemaslahatan serta pengamalan. [12]
3. Kandungan makna Surah Al-Jumu’ah ayat 2
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû
z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ft öNÍkön=tã ¾ÏmÏG»t#uä öNÍkÏj.tãur ãNßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB
ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan
Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (Qs.
Al-Jumu’ah: 2)
(Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf ). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Muhammad diutus oleh Allah
dengan kebenaran yang dibawanya kepada kaum yang belum tahu membaca dan menulis
pada waktu itu. Rasul itu bukan datang dari tempat lain, melainkan timbul dan
bangkit dalam kalangan kaum itu sendiri, dan Rasul itu sendiri juga seorang
yang ummiy, beliau tidak pernah belajar menulis dan membaca sejak kecil
sampai wahyu itu turun. Sehingga dia Rasul yang ummiy dari kalangan yang
ummiy[13].
Menurut ibnu Asyur Kata (فِي) fi/pada oleh ayat di atas
berfungsi menjelaskan keadaan Rasul SAW. Ditengah mereka yakni bahwa beliau
senantiasa berada dalam bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka, bukan
juga pendatang di antara mereka.
Kata (الأمِّيِّينَ) al ummiyyyin adalah bentuk jamak dari kata (ﺃﻣﻲ) ummiyy
dan terambil dari kata (ﺃﻢ) umm/ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca
dan menulis. Seakan-akan keadaanya dari segi pengetahuan sama dengan keadaanya
ketika varu dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak
pandai membaca dan menulis. Ini karena masyarakat Arab pada masa
jahiliyah umumnya yang tak pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum
wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummiyy terambil dari
kata (ﺃﻣﺔ)
ummah/umat yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an
yang oleh Rasul swa dilukiskan dengan sanda beliau :” sesunggunya kita adalah
umat yang ummiyy, tidak pandai membaca dan berhitung.” Betapapun, yang
dimaksud dengan al-Ummiyyyin adalah masyarakat Arab.[14]
(seorang Rasul dari kalangan mereka ). Orang-orang Arab
pada waktu itu disebut sebagai orang-orang yang buta huruf karena pada umumya
mereka tidak bisa membaca dan menulis. Dalam 100 orang belum tentu ada seorang
yang pandai menulis atau membaca, tetapi mereka mempunyai satu kelebihan yaitu
ingatan mereka sangat kuat. Kata (مِنْهُمْ) minhum/dari mereka, mengisyaratkan
bahwa Rasul SAW memiliki hubungan darah dengan seluruh suku-suku Arab. Menurut
sejarawan, Ibn Iskaq, hanya suku Taghlib yang tidak memiliki hubungan darah
dengan Rasul.
Imam al-Jashshas pengarang kitab Ahkam Al-Qur’an menyebutkan sebuah
hadis tanpa sanad bahwa Rasulllah bersabda, “Bulan itu seperti ini, seperti
ini, dan seperti ini, (beliau mengisyaratkan dengan jari-jarinya). Sesungguhnya
kita adalah umat yang ummiy tidak bisa menghitung dan tidak bisa menulis.[15]
Dalam kalangan mereka itulah nabi Muhammad SAW dibangkitkan dalam
keadaan yang ummiy pula, (yang membacakan kepada mereka akan
ayat-ayatNya.), artinya bahwa diangkatnya nabi Muhammad yang ummiy
menjadi seorang Rasul, lalu diturunkan kepadanya wahyu illahi sebagai
ayat-ayat, yang pertama turun di gua hira, dimulai dengan ayat “Iqra’”,
artinya “bacalah!”. Pada ayat yang pertama dan “ allama bil qalam, ‘alamal
insaana maa lam ya’lama”. (yang mengajar dengan memakai pena, mengajarkan
kepada manusia barang yang tadinya belum dia ketahui). Maka beerturut-turut
ayat yang lainya selama bel;iau di Mekkah dan pindah ke Madinah, semua itu
beliau bacakan dan beliau ajarkan “dan menyucikan mereka”. Yaitu
membersihkan jiwa mereka dari kepercayaan yang sesat, dari akidah yang salah
dari langkah yang menyesatkan dan membersihkan badan mereka dari kotoran.
Karena mereka selama itu belum mengenal arti kebersihan bagi dirinya sehingga
mereka diajarkan cara berwudhu, mandi junub dan menghilangkan hadas dan najis.
Ditafsirkan pula membacakan ayat-ayat Allah berarti Nabi Muhammad
SAW “menyampaikan apa yang beliau terima dari Allah untuk umat manusia”, sedang
menyucikan mereka mengandung makna “penyempurnaan potensi teoritis
dengan memperoleh pengetahuan ilahiah”
(Dan mengajarkan kepada mereka akan kitab dan hikmah). Banyak
ahli tafsir yang menafsirkan bahwa al-Kitab artinya adalah syari’at itu sendiri
yang berisi perintah dan larangan. Sedangkan hikmah adalah arti dan rahasia
dari perintah dan larangan itu. Dan mengajarkan al-Kitab merupakan
isyarat tentang pengajaran “pengetahuan lahiriah dari syariat”, adapun al-Hikmah
adalah “pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif, serta manfaat-manfaat
syariat”. Demikian menurut ar-Razi yang dikenal dengan gelar al-Imam. Adapun
maknanya menurut Abduh al-Hikmah adalah “rahasia persoalan-persoalan
(agama), pengetahan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta cara
pengamalan, dst.” Imam Syaf’i memahami arti al-Hikmah dengan “as-Sunah”,
karena tidak ada yang selain al-Qur’an yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kecuali
as –Sunnah.[16]
(Dan meskipun sebelumnya adalah di dalam kesesatan yang nyata). Oleh sebab itu supaya seseorang dapat menghayati hidup beragama, jangan
hanya bertumpu pada syari’at dan tidak mengetahui latar belakangnya.
Pada ujung ayat 2 menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang
yang ummiy teerjadi setelah kedatangan Rasul dari kalangan mereka
sendiri. Sebelum Rasul itu diutus banyak terjadi kesesatan yang nyata pada
bangsa Arab. Mereka bukan hanya ummiy yang buta huruf saja bahkan ummiy
dalam hal agama dan jalan yang benar. Misalnya mereka kuburkan anak perempuan
mereka hidup-hidup, perang suku, dan ka’bah mereka jadikan tempat untuk
berkumpulnya berhala-berhala sesembahan mereka.
Kata (إِنْ) in/dalam firman-Nya : (وَإِنْ كَانُوا) wa in kaa nu berfungsi sama
dengan kata (ﺇﻦ) inna/sesungguhnya. Indikatornya adalah huruf (A) lam
pada kalimat (لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ) la fi dhalal mubin. Penggalan ayat
di atas bermaksud mengambarkan bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulllah
itu sungguh merupakan nikmat yang besar bagi masyarakat arab yang beliau
sungguh merupakan nikmat yang besar bagi masyarakat arab yang beliau jumpai.
Beliau bukan mengajar orang-orang yang memiliki pengetahuan, atau menambah
kesucian orang yang hampi suci, tetapi mereka adalah orang oaring yang sangat
sesat.
“ Makanya diutamakan
membangkitkan Nabi Muhammad SAW itu dalam kalangan orang-orang yang ummiy
ialah karena mereka masih mempunyai otak yang tajam, paling kuat hatinya,
paling bersih fitrahnya dan paling fasih lidahnya. Kemurnian batinya
(fitrahnya) belum dirusakkan oleh geloombang modernisasi, dan tidak pula oleh
permainan golongan-golongan yang mengaku dirinya maju. Oleh sebab itu mereka
masih polos, maka setelah jiwa mereka itu diisi dengan islam mereka telah
bangkit dikalangan manusia dengan ilmu yang besar dan dengan hikmah yang
mengagumkan dan dengan siasat yang adil. Dengan ajaran itu mereka memimpin
bagsa-bangsa, dengan ajaran itu mereka menggoncangkan singgasana raja-raja yang
besar-besar. Dan dengan jelasnya bekas ajaran itu pada sisi mereka, bukanlah
berarti bahwa risalah kedatangan Muhammad ini hanya khusus untuk mereka “. [17].
BAB III
KESIMPULAN
Setelah kita mempelajari Surat
Ar-Rahman Ayat 1-4 kita dapat mengambil beberapa pelajaran yang terdapat dalam
surat itu, dimana Allah itu Sebagai pendidik pertama dimuka bumi dan alam
semesta ini. Dalam surat ar-Rahman ayat 1 sampe 4 kita diajarkan menjadi
sebagai seorang pendidik yang sebenarnya, yang harus memilik sifat rahman kasih
syang, dan sebagai seorang pendidik kita harus mengajarkan apaun dengan
sejelas-jelasnya, seperti ayat ke 4 dalam surat ar-Raham yang berbunyi عَلَّمَهُ الْبَيَانَ.
Sedangkan dalam surat al Jum’ah. mengajarkan al-Kitab merupakan isyarat
tentang pengajaran “pengetahuan lahiriah dari syariat”, adapun al-Hikmah
adalah “pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif, serta manfaat-manfaat
syariat”. Demikian menurut ar-Razi yang dikenal dengan gelar al-Imam. Adapun
maknanya menurut Abduh al-Hikmah adalah “rahasia persoalan-persoalan
(agama), pengetahan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta cara
pengamalan, dst.” Imam Syaf’i memahami arti al-Hikmah dengan “as-Sunah”,
karena tidak ada yang selain al-Qur’an yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kecuali
as –Sunnah.
[1] Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan,(Jakarta : RINEKA CIPTA),
hlm. 8
[2] Diterjemahkan oleh Ahmad mustofa
Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Semarang : PT. Karya Toha Putra
Semarang,1974. Hlm. 185
[3] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta
: Lentera hati, 2002), hlm. 493
[4]
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’
XXVII,(Jakarta : Pustaka Panjimas Jakarta), hlm. 179-180
[5]
Imam jalaluddin Al-Mahalli dan
Imam jalaluddin As-Syuti, Terjemah Tafsir Jalalain jilid 2, (Sinar Baru
Algensindo) hlm. 984
[6] Ibid. 494
[7] Ibid.495
[8] Hamka, Op.cit hlm. 181
[9]
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Terjemah
Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta, Gema
Insan, 2006). Hlm. 540
[11] Prof. Dr. H.M. Asy’ari,M.Ag, konsep
pendidikan islam: implementasinya dalam tradisi klasik dan propagasi modern, Jakarta
Selatan:Rabbani Press, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar