Rabu, 07 Oktober 2015

SUBYEK PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TAFSIR SURAT AR-ROHMAN: AYAT 1-4 DAN AL JUM’AH AYAT 2





SUBYEK PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TAFSIR SURAT AR-ROHMAN: AYAT 1-4 DAN AL JUM’AH AYAT 2

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Al-qur’an adalah kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pedoman bagi kehidupan manusia (way of life). Al-qur’an mengandung beberapa aspek yang terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen- komponen pendidikan, diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Pendidik dalam proses pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain pendidik, peserta didik juga mempunyai peran penting dalam proses pendidikan, tanpa adanya peserta didik, maka pendidik tidak akan bisa menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran tidak akan terjadi dan menghambat tercapainya tujuan pendidikan antara pendidik dan peserta didik harus sejalan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.





B.  Ruumusan Masalah

Di lihat dari latar belakang di ada maka penulis dapat merusskan sebagai berikut.
1.      Pengertian Subyek Pendidikan?
2.      Bagaimana Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Ar-Rohman: 1-4?
3.      Bagaimana Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Al-Jum’ah ?















BABA II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian subyek pendidikan
Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua). Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah.
Kita dapat membedakan pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
1.    Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrat anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdayam hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang semakin dewasa. Hubungan orang tua dengan anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a.       Unsur kasih sayang pendidik terhadap anak
b.      Unsur kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak[1]
2.    Pendidik menurut jabatan, yaitu guru
Guru adalah pendidik kedua setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan alamiah menjadi pendidik,  karena mereka mendapat tugas dari orang tua, sebagai pengganti orang tua. Mereka menjadi pendidik karena profesinya menjadi pendidik, guru di sekolah misalnya. Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidk profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formanl, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru berfungsi sebagai pendidik di samping sebagai pengajar. Guru membentuk sikap siswa, bahwa guru menjadi contoh atau teladan bagi siswa-siswanya. Hal itu tidak mungkin kalau guru hanya bertuigas mengajar saja
B.   Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Ar-Rohman: 1-4
1.    Subjek Pendidikan (Allah)
الرحمن  عَلَّمَ الْقُرْءَانَ  2 1  خَلَقَ الْإنْسَن  3  عَلَّمَهُ الْبَيَانَ  4
1.  (tuhan) yang Maha pemurah,
2.   yang telah mengajarkan Al Quran.
3.    Dia menciptakan manusia.
4.    mengajarnya pandai berbicara.
2.    Sebab Nuzul.
Ayat ini turun setelah terjadi pelecehan orang kafir setelah ada perinta untuk bersujud kepada Allah yang terdapat dalam surat al-Furqon
#sŒÎ)ur ŸÏ% ãNßgs9 (#rßßÚó$# ÇuH÷q§=Ï9 (#qä9$s% $tBur ßoH÷q§9$# ßàfó¡nSr& $yJÏ9 $tRããBù's? öNèdyŠ#yur #YqàÿçR  
dan apabila dikatakan kepada mereka: "Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang", mereka menjawab:"Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah Kami akan sujud kepada Tuhan yang kamu perintahkan kami(bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).
Ayat ini merupakan bantahan bagi kaum kafir yang mengungkapkan mereka tidak mengenal seseorang yang bernama Rahman kecuali Rahman dari yamamah. Maka ayat ini menegaskan bahwa Arrahman bukanlah dia tetapi Allah yang maha Rahman yang telah mengajarkan Al-Qur’an dan telah menciptakan manusia.
3.      Makna Mufrodat
`الرحمن          =  yang maha pemurah (salah satu Nama Allah)
عَلَّمَ الْقُرْءَانَ      =  yang telah mengajarkan Al – Qur’an
š  خَلَقَ الْإنْسَن        =   Umat Manusia ,
   عَلَّمَهُ الْبَيَانَ     = kemampuan manusia untuk mengutarakan isi hati dan  memahamkannya kepada orang lain.[2]
4.    Tafsir Ar – Rahman Ayat 1 – 4
a.    Tafsir Ar – Rahman Ayat 1
Dalam penafsiran Surat Ar – Rahman ayat 1 ( الرحمن) ar-Rahman secara panjang lebar telah dikemukakan oleh penulis antaralain ketika menafsirkan surat al-Fatihah dan al-Furqan. Rujukan ke sana! Dalam konteks ayat ini dapat ditambahkan bahwa kaum musyrikin mekah tidak mengenal siapa ar-Rahman sebagaimana pengakuan mereka yang direkam oleh Qs. Al-Furqon [25] : 60. Dimulainya surat ini dengan kata tersebut bertujuan juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakuan nikmat-nikmat dan beriman kepada-Nya.Di sisi lain, penggunaan kata rerbut di sini sambilmenguraikan nikmat-nikmat-Nya, merupakan juga bantahan terhadap merka yang enggan mengakui-Nya itu.[3]
Arti Ar-Rahman adala amat luas. Kalimat dalam pengambilannya ialah Rahmat. Yang berarti kasih, sayang, cinta pemurah. Dia meliputi kepada segala segi dari kehidupan manusia dan terbentang di dalam segala makhluk yang wujud dalam dunia ini. Didalam ayat-ayat al-Qur’an kita akan bertemu dengan ayat-ayat yang menyebutkan Ragmat Allah, tidak kurang daripada 60 kali, rahim sampai 100.
Maka apabila kita perhatikan al-Qur’an dengan seksama,kita akan bertemu hampir pada tiap-tiap halaman, kalimat-kalimat Rahman, Rahim, Rahmat, Rahmati, Rahimi, Ruhamaak, Arhaman, al-Arhaam, yang semuanya itu mengandung arti akan kasih, sayang, pemurah, kesetiaan dan lain-lain. Artinya pada sifat-sifat yang lain, misalnya sifat santun, sifat Afuwwun (pemaaf), sifat Ghoffur (pengampun) dan lain-lain, didalamnya kalu kita renungkan, akan bertemu kasih-sayang tuhan, kemurahan tuhan, dermawan Tuhan.[4]
b.    Tafsir Ar- Rahman ayat 2
عَلَّمَ الْقُرْءَانَ (Yang telah mengajarkan al-Qur’an). Dalam kata عَلَّمَ (Telah mengajarakan) disini maksud telah mengajarkan diartikan kepada siapa yang dikehendakkinya[5]
Sedangkan patron kata عَلَّمَ (Telah mengajarakan) memerlukan dua objek. Banyak ulama yang menyebutkan objeknya adalah kata (الإنسان) manusia yang diisyaratkan oleh ayat berikutnya. Thabathabai menambahkan bahwa jin juga trmasuk, kerena surat tersebut ditunjukan kepada manusia dan jin. Menurut Penulis, bisa saja objeknya mencakup selain kedua jenis tersebut. Melaikt jibrilyang menerima dari Allah wahyu-wahyu al-Qur’an untuk disampaikan kepada Rasul Saw., termasuk yang diajarnya, karena bagaimana mungkin malaikat itu dapat menyampaikan bahkan mengajarkan firman Allah itu kepad Nabi Muhhammad Saw. Kalau malaikat itu sendiri tidak memperoleh pengajaran Allah SWT, disisilain, tidak disebutkannya objek kedua dari kata tersebut, mengisyaratkan bahwa ia bersifat umum dan mencakup segala sesuatu yang dapatr dijangkau oleh pengajaran-Nya.[6]
Al-Qur’an adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, dan menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad saw. Dan inilah salah satu dari Rahman, atau kasih sayang dari Allah kepad manusia,yaitu diajarkan kepada manusia itu al-Qur’an
c.    Tafsir Ayat 3 Surat Ar-Rahman
خَلَقَ الْإنْسَن  (yang Menciptakan Manusia)   Kata (الْإنْسَنا) pada ayat ini mencakup semua jenis manusia sejak adam hingga akhri zaman.[7]
Penciptaan manusia pun satu diantara tanda Rahman Tuhan kepada alam ini. Sebab dantara bagitu banyak makluk Ilahi didalam alam, mausia satu-satunya makhluk paling mulia. Kemuliaan itu lah salah satu bentuk rahmat ilahi :
ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßoYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur NßoYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßuZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WÅÒøÿs?  
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.[8]
d.   Tafsir ar-Rahman ayat 4.
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (mengajarnya berbicara), Al-Hasam mengatakan, “yang dimaksud dengan dengan al-bayan ialah pengujaran, yaitu membaca al-Qur’an. Pembacaan itu dengan memudahkan pengujaran kepada hamba-hambaNya dan memudahkan dalam mengartikulasikan huruf-huruf dari daerah-daerah artikulator, yaitu tenggorakan, lidah, dan bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis huruf[9]
Sedangkan dalam Tafsir al-Misbah kata al-bayar pada mulanya berarti jelas. Kata tersebut di sini dipahami oleh Thabathaba’i dalam arti “potensi mengungkap” yakni kalam/ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang terdapat dalam benak. Lebih lanjut ulama ini menyatkan bahwa kalam bukan skedar mewujudkan suara dengan menggunakan rongga dada, tali suara dan kerongkongan. Bukan juga hanya dalam keanekaragaman suara yang keluar dari kerongkongan karena perbedaan makharij al-hrurf dari mulut, tetapi juga bahwa Allah yang maha Esa menjadikan manusia dengan mengilhaminya mampu memahami makna suara yang keluar itu, yang dengannya dia dapat menghadirkan sesuatu dari alam nyata ini, berapapun besar atau kecilnya yang wujud yang berkaitan dengan masa laumpau atau datang, dan menghadirkan dalam benaknya hal-hal yang abstrak yang dapat dijangkau oleh manusia dengan pikirannya walau tidak dijangkau dengan indra.[10]
e.    Keterkaitan dengan Kependidikan
Kandungan Hukum dalam Surat ar-Rahman ayat 1-4 , dari ayat pertam ( الرحمن) ar-Rahman, yang memiliki arti pengasih kepada makhluknya tanpa keterkecuali baik kepada yang beriman maupun yang mengingkarinya, disini jika dikaitkan dengan pendidikan adalah kita sebagai pendidik harus memilik sifat yang pengasih tanpa pengecualian baik kepada yang pintar, pendiam, dan yang nakal. Kita harus menyayanginya tanpa pandang bulu.
Mengajarkan Qur’an. Ini menunjukan bahwa seorangguru harus terlebih dahulu mempersiapkan Qur’an, dalam konteks ini qur’an diterjemahkan dengan materi pelajaran, sebelum guru berada dihadapan siswa. guru harus terlebih dahulu mempersiapkan dalam artian menguasai, memahami materi yang akan disampaikankepada siswa. sehingga seorang guru dapat maksimal mentransfer ilmunya kepadasiswa.
Khalaqal InsanMenciptakan Manusia. Menilik tujuan utama dari pendidikan adalah mencetak manusia yang sempurna, yang berpengetahuan, berakhlak dan beradab. tentu tidak ada manusia yang sempurna, namun berusaha menjadi manusia yang sempuranaadalah suatu kewajiban. Seorang guru apapun materi yang ia ajarkan hendaknyamengarahkan siswanya menjadi manusia yang berpengetahuan, beradab dan bermartabat yang berujung kepada ketaqwaan kepada Yang Maha Esa. bukan hanyamengarahkan pada aspek prestasi saja.
Allamahul Bayan Mengajarkan Dengan Jelas. Ayat ini kaitannya dengan proses pendidikan adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan, sampaikanlah dengan sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa benar-benar faham. jangan sampai seorang siswa belum betul-betul faham pada materi yang diajarkan sudah pindah kemateriyang lain. banyak kasus di negeri ini, demi mengejar target pencapaiankurikulum,prinsip memberi kefahaman diabaikan, efeknya kita tahu semua.[11]


C.  Subyek Pendidikan Dalam Perspektif Tafsir Surat Al-Jum’ah
1.    Tafsir  Surat Aljum;Ah Ayat 2
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
  “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.
2.    Penafsirannya
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia-lah yang mengutus seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad Saw kepada bangsa Arab yang masih buta huruf, yang belum tahu membaca dan menulis pada waktu itu, dengan tugas:
Membacakan ayat suci Al-Quran yang didalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.   Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat-sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid meng-Esa-kan Allah SWT, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan mereka dan tidak percaya lagi kepada sembahan mereka seperti batu, pohon kayu dan sebagainya.  Mengajarkan kepada mereka syariat agama beserta hukum-hukumnya serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Disebutkan secara khusus bangsa Arab yang buta huruf itu, tidaklah berarti bahwa kerasulan Nabi Muhammad itu terbatas hanya kepada bangsa Arab saja, tetapi kerasulan Nabi Muhammad itu umum, meliputi semua makhluk terutama jin dan manusia, sebagaimana firman Allah SWT: “Katakanlah: "Hai Manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua". (QS. Al A'raaf: 158)
Ayat ini, diakhiri dengan ungkapan bahwa orang Arab itu, sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Mereka itu pada umumnya menganut dan berpegang teguh kepada agama Samawy yaitu agama Nabi Ibrahim As, lalu mereka mengubah dan menukar akidah tauhid dengan syirik, keyakinan mereka dengan keraguan, mengadakan sesembahan selain dari Allah SWT.
Menurut Syekh Moh. Abduh sebagaimana dikutip oleh Moh. Quraish Shihab, memahami ayat tersebut sebagai bentuk kekuasaan. Kebijaksanaan dan ke-Esaan-Nya. Kemudian (membacakan ayat-ayat tersebut) dalam arti menjelaskannya dan mengarahkan jiwa manusia untuk meraih manfaat, pelajaran darinya.
Sedangkan makna (mensucikan mereka) adalahmembersihkan jiwa mereka dari keyakinan-keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan lain-lainyang merajalela pada masa jahiliyah, sedangkan (mengajar kitab) dipahami oleh Moh. Abduh sebagai mengajar tulis menulis dengan pena, karena sesungguhnya agama islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan penadan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan umat.
 Adapun (hikmah), maknanya menurut Abduh adalah rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahuan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta pengamalan. [12]
3.    Kandungan makna Surah Al-Jumu’ah ayat 2
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
   “Dia-lah yang  mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (Qs. Al-Jumu’ah: 2)
(Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf ). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Muhammad diutus oleh Allah dengan kebenaran yang dibawanya kepada kaum yang belum tahu membaca dan menulis pada waktu itu. Rasul itu bukan datang dari tempat lain, melainkan timbul dan bangkit dalam kalangan kaum itu sendiri, dan Rasul itu sendiri juga seorang yang ummiy, beliau tidak pernah belajar menulis dan membaca sejak kecil sampai wahyu itu turun. Sehingga dia Rasul yang ummiy dari kalangan yang ummiy[13].
Menurut ibnu Asyur Kata (فِي) fi/pada oleh ayat di atas berfungsi menjelaskan keadaan Rasul SAW. Ditengah mereka yakni bahwa beliau senantiasa berada dalam bersama mereka, tidak pernah meninggalkan mereka, bukan juga pendatang di antara mereka.
Kata (الأمِّيِّينَ) al ummiyyyin adalah bentuk jamak dari kata (ﺃﻣﻲ) ummiyy dan terambil dari kata (ﺃﻢ) umm/ibu dalam arti seorang yang tidak pandai membaca dan menulis. Seakan-akan keadaanya dari segi pengetahuan sama dengan keadaanya ketika varu dilahirkan oleh ibunya atau sama dengan keadaan ibunya yang tak pandai membaca dan menulis.  Ini karena masyarakat Arab pada masa jahiliyah umumnya yang tak pandai membaca dan menulis, lebih-lebih kaum wanitanya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata ummiyy terambil dari kata (ﺃﻣﺔ) ummah/umat yang menunjuk kepada masyarakat ketika turunnya al-Qur’an yang oleh Rasul swa dilukiskan dengan sanda beliau :” sesunggunya kita adalah umat yang ummiyy, tidak pandai membaca dan berhitung.” Betapapun, yang dimaksud dengan al-Ummiyyyin adalah masyarakat Arab.[14]
(seorang Rasul dari kalangan mereka ). Orang-orang Arab pada waktu itu disebut sebagai orang-orang yang buta huruf karena pada umumya mereka tidak bisa membaca dan menulis. Dalam 100 orang belum tentu ada seorang yang pandai menulis atau membaca, tetapi mereka mempunyai satu kelebihan yaitu ingatan mereka sangat kuat. Kata (مِنْهُمْ) minhum/dari mereka, mengisyaratkan bahwa Rasul SAW memiliki hubungan darah dengan seluruh suku-suku Arab. Menurut sejarawan, Ibn Iskaq, hanya suku Taghlib yang tidak memiliki hubungan darah dengan Rasul.
Imam al-Jashshas pengarang kitab Ahkam Al-Qur’an menyebutkan sebuah hadis tanpa sanad bahwa Rasulllah bersabda, “Bulan itu seperti ini, seperti ini, dan seperti ini, (beliau mengisyaratkan dengan jari-jarinya). Sesungguhnya kita adalah umat yang ummiy tidak bisa menghitung dan tidak bisa menulis.[15]
Dalam kalangan mereka itulah nabi Muhammad SAW dibangkitkan dalam keadaan yang ummiy pula, (yang membacakan kepada mereka akan ayat-ayatNya.), artinya bahwa diangkatnya nabi Muhammad yang ummiy menjadi seorang Rasul, lalu diturunkan kepadanya wahyu illahi sebagai ayat-ayat, yang pertama turun di gua hira, dimulai dengan ayat “Iqra’”, artinya “bacalah!”. Pada ayat yang pertama dan “ allama bil qalam, ‘alamal insaana maa lam ya’lama”. (yang mengajar dengan memakai pena, mengajarkan kepada manusia barang yang tadinya belum dia ketahui). Maka beerturut-turut ayat yang lainya selama bel;iau di Mekkah dan pindah ke Madinah, semua itu beliau bacakan dan beliau ajarkan “dan menyucikan mereka”. Yaitu membersihkan jiwa mereka dari kepercayaan yang sesat, dari akidah yang salah dari langkah yang menyesatkan dan membersihkan badan mereka dari kotoran. Karena mereka selama itu belum mengenal arti kebersihan bagi dirinya sehingga mereka diajarkan cara berwudhu, mandi junub dan menghilangkan hadas dan najis.
Ditafsirkan pula membacakan ayat-ayat Allah berarti Nabi Muhammad SAW “menyampaikan apa yang beliau terima dari Allah untuk umat manusia”, sedang menyucikan mereka mengandung makna “penyempurnaan potensi teoritis dengan memperoleh pengetahuan ilahiah”
(Dan mengajarkan kepada mereka akan kitab dan hikmah). Banyak ahli tafsir yang menafsirkan bahwa al-Kitab artinya adalah syari’at itu sendiri yang berisi perintah dan larangan. Sedangkan hikmah adalah arti dan rahasia dari perintah dan larangan itu. Dan mengajarkan al-Kitab merupakan isyarat tentang pengajaran “pengetahuan lahiriah dari syariat”, adapun al-Hikmah adalah “pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif, serta manfaat-manfaat syariat”. Demikian menurut ar-Razi yang dikenal dengan gelar al-Imam. Adapun maknanya menurut Abduh al-Hikmah adalah “rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta cara pengamalan, dst.” Imam Syaf’i memahami arti al-Hikmah dengan “as-Sunah”, karena tidak ada yang selain al-Qur’an yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kecuali as –Sunnah.[16]
(Dan meskipun sebelumnya adalah di dalam kesesatan yang nyata). Oleh sebab itu supaya seseorang dapat menghayati hidup beragama, jangan hanya bertumpu pada syari’at dan tidak mengetahui latar belakangnya.
Pada ujung ayat 2 menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang yang ummiy teerjadi setelah kedatangan Rasul dari kalangan mereka sendiri. Sebelum Rasul itu diutus banyak terjadi kesesatan yang nyata pada bangsa Arab. Mereka bukan hanya ummiy yang buta huruf saja bahkan ummiy dalam hal agama dan jalan yang benar. Misalnya mereka kuburkan anak perempuan mereka hidup-hidup, perang suku, dan ka’bah mereka jadikan tempat untuk berkumpulnya berhala-berhala sesembahan mereka.
Kata (إِنْ) in/dalam firman-Nya : (وَإِنْ كَانُوا) wa in kaa nu berfungsi sama dengan kata (ﺇﻦ) inna/sesungguhnya. Indikatornya adalah huruf (A) lam pada kalimat (لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ) la fi dhalal mubin. Penggalan ayat di atas bermaksud mengambarkan  bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulllah itu sungguh merupakan nikmat yang besar bagi masyarakat arab yang beliau sungguh merupakan nikmat yang besar bagi masyarakat arab yang beliau jumpai. Beliau bukan mengajar orang-orang yang memiliki pengetahuan, atau menambah kesucian orang yang hampi suci, tetapi mereka adalah orang oaring yang sangat sesat.
 “ Makanya diutamakan membangkitkan Nabi Muhammad SAW itu dalam kalangan orang-orang yang ummiy ialah karena mereka masih mempunyai otak yang tajam, paling kuat hatinya, paling bersih fitrahnya dan paling fasih lidahnya. Kemurnian batinya (fitrahnya) belum dirusakkan oleh geloombang modernisasi, dan tidak pula oleh permainan golongan-golongan yang mengaku dirinya maju. Oleh sebab itu mereka masih polos, maka setelah jiwa mereka itu diisi dengan islam mereka telah bangkit dikalangan manusia dengan ilmu yang besar dan dengan hikmah yang mengagumkan dan dengan siasat yang adil. Dengan ajaran itu mereka memimpin bagsa-bangsa, dengan ajaran itu mereka menggoncangkan singgasana raja-raja yang besar-besar. Dan dengan jelasnya bekas ajaran itu pada sisi mereka, bukanlah berarti bahwa risalah kedatangan Muhammad ini hanya khusus untuk mereka “. [17].



BAB III
KESIMPULAN
Setelah kita mempelajari Surat Ar-Rahman Ayat 1-4 kita dapat mengambil beberapa pelajaran yang terdapat dalam surat itu, dimana Allah itu Sebagai pendidik pertama dimuka bumi dan alam semesta ini. Dalam surat ar-Rahman ayat 1 sampe 4 kita diajarkan menjadi sebagai seorang pendidik yang sebenarnya, yang harus memilik sifat rahman kasih syang, dan sebagai seorang pendidik kita harus mengajarkan apaun dengan sejelas-jelasnya, seperti ayat ke 4 dalam surat ar-Raham yang berbunyi عَلَّمَهُ الْبَيَانَ.
Sedangkan dalam surat al Jum’ah. mengajarkan al-Kitab merupakan isyarat tentang pengajaran “pengetahuan lahiriah dari syariat”, adapun al-Hikmah adalah “pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif, serta manfaat-manfaat syariat”. Demikian menurut ar-Razi yang dikenal dengan gelar al-Imam. Adapun maknanya menurut Abduh al-Hikmah adalah “rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahan hukum, penjelasan tentang kemaslahatan serta cara pengamalan, dst.” Imam Syaf’i memahami arti al-Hikmah dengan “as-Sunah”, karena tidak ada yang selain al-Qur’an yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kecuali as –Sunnah.


[1] Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan,(Jakarta : RINEKA CIPTA), hlm. 8
[2] Diterjemahkan oleh Ahmad mustofa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang,1974. Hlm. 185
[3] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta : Lentera hati, 2002), hlm. 493
[4] Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu’ XXVII,(Jakarta : Pustaka Panjimas Jakarta), hlm. 179-180
[5] Imam jalaluddin Al-Mahalli dan Imam jalaluddin As-Syuti, Terjemah Tafsir Jalalain jilid 2, (Sinar Baru Algensindo) hlm. 984
[6] Ibid. 494
[7] Ibid.495
[8] Hamka, Op.cit hlm. 181
[9] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Terjemah Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta, Gema Insan, 2006). Hlm. 540
[10] M.quraish Shihab. Op.Cit., hlm.491

[11] Prof. Dr. H.M. Asy’ari,M.Ag, konsep pendidikan islam: implementasinya dalam tradisi klasik dan propagasi modern, Jakarta Selatan:Rabbani Press, 2011.

[12] Opcit.Tafsir Al-Mishbah, Vol. 14, hlm. 220

[13] Opcit. Hamka., Tafsir Al Azhar.
[14] Opcit. imam. Jalaluddin,. Tafsir Jalalain.
[15] , Sayyid Quthb.. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Jilid 22. Jakarta: Gema Insani 2004

[16] Nata, Abuddin, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an,  Jakarta:Uin Jakarta Press,2005.

[17] Tafsir, Ahmad .1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar